Apa itu
OpenBTS?
OpenBTS (Open Base Transceiver Station) adalah sebuah BTS GSM berbasis Open
Source Software yang memungkinkan handphone GSM (HP yang sering kita pakai
sehar-hari) untuk menelepon tanpa menggunakan jaringan selular. Nah pada
situasi pasca bencana openBTS bisa dikatakan sangat membantu dalam tahap
rehap/rekons. Selain bisa menggantikan radio HT yang hanya memanfaatkan
teknologi half duplex (mode komunikasi yang ditransmisi secara dua arah tapi
tidak secara bersamaan), openBTS bisa membuat komunikasi di daerah bencana
dengan biaya/cost $0 untuk setiap komunikasi. Bandingkan jika kita menggunakan
operator selular yang ada di Indonesia saat ini, bayangkan sendiri berapa dana
yang harus kita keluarkan perkomunikasi.
Projek ini dikembangkan oleh Harvind Samra dan David A. Burgess dengan tujuan
yang ingin dicapai adalah untuk mengurangi biaya layanan GSM di wilayah rural
di negara berkembang agar di bawah US$1/bulan/pelanggan. GILAAA.. Makanya kita
jangan jadi orang bodoh yah, ditipu terus nih sama operator
Biaya Perangkat?
Perkiraan harga perangkat untuk OpenBTS ini adalah sekitar Rp 15-25 juta/buah,
jauh dibawah BTS Selular biasa yang biasanya memakan biaya pengorderan ratusan
juta hingga milyaran rupiah..
Dimana Pernah diCoba?
Di 2010, sebuah sistem OpenBTS dipasang secara permanen di Nieu dan merupakan
instalasi pertama yang tersambung dan dicoba oleh perusahaan telekomunikasi di
sana. Niue adalah sebuah negara yang sangat kecil dengan penduduk sekitar 1700
orang yang tidak menarik bagi penyelenggara telekomunikasi mobile. Struktur
biaya OpenBTS sangat cocok untuk Niue yang sangat mendambakan layanan selular
tapi tidak bisa membeli sistem base station GSM konvensional.
Apa yang Kita Inginkan?
Teknologi ini sangat diharapkan ada ditempat-tempat dimana pasca bencana
terjadi, terutama yang infrastruktur selular terkena dampak langsung. Selain
itu komunikasi ini juga memberikan biaya layanan yang sangat murah, sehingga
akan menekan biaya cost para relawan bencana dalam membantu proses tanggap
respons di daerah bencana.
Siapa Bilang OpenBTS Ilegal?
Heran, regulator di Indonesia itu naif apa zalim ya? Sampai berani bilang
sebuah teknologi yang sifatnya netral sebagai barang ilegal. Ibarat pisau,
apakah pisau ilegal? jelas pisau bukan barang ilegal kan? Hal yang sama dengan
OpenBTS, ini adalah sebuah teknologi bahkan bisa digunakan oleh Operator
selular biasa. Lho koq disebut ilegal?
Akibat pernyataan seperti itu lumayan fatal dan membuat kita miris, seperti,
Beberapa mahasiswa takut tugas akhir OpenBTS karena takut di tangkap aparat
barangkali?
Beberapa dosen di perguruan MELARANG mahasiswa-nya untuk tugas akhir OpenBTS.
Bisa jadi kalau kebablasan ini dibiarkan, bukan mustahil lama kelamaan bangsa
ini jadi bodoh karena teknologi "break through" mungkin akan di
anggap Najis & Haram!
Mungkin kebanyakan Regulator, komentarnya tidak jauh dari “Rakyat WAJIB tunduk
peraturan, WAJIB minta ijin, WAJIB bayar pajak, WAJIB punya lisensi, WAJIB A,
WAJIB B, WAJIB C diluar itu ILEGAL”. Tidak banyak regulator yang memberdayakan,
seperti, “Rakyat HAK anda menjadi pandai, HAK memperoleh informasi, HAK akses
telekomunikasi, HAK A, HAK B, HAK C”. Lebih keren lagi kalau Regulator berani
bicara, “Silahkan kami di tuntut kalau tidak bisa memenuhi HAK ASASI MANUSIA
dan HAK RAKYAT”
Yang lebih mengerikan lagi, Regulator di Indonesia sering kali melihat
"aturan" seperti sesuatu yang fix yang dibuat oleh TUHAN. Aturan
adalah harga mati, tidak bisa di tawar dengan alasan ini di atur secara
internasional dll.
Yang lebih menyedihkan lagi, sering sekali Regulator BERSEMBUNYI di balik
aturan, ini terutama terjadi saat debat publik (terus terang saya paling sebel
kalau debat dengan birokrat / regulator model ini). Seakan-akan aturan itu
SESUATU banget.
Padahal kenyataan hidup di dunia ini
Aturan itu buatan manusia, tidak ada buatan manusia yang sempurna.
Aturan biasanya dibuat untuk tujuan tertentu. Tujuan tersebut belum tentu
berpihak pada rakyat banyak, kadang lebih berpihak pada operato / investor /
pendapatan negara.
Aturan karena keterbatasan asumsi & pengetahuan pembuatnya, bisa salah
dengan berjalannya waktu.
Aturan itu di jamin cepat kadaluarsa apalagi di dunia teknologi yang perkembangannya
demikian cepat,
Aturan BISA berubah dan diubah oleh kita, contoh Kisah Pembebasan Frekuensi
2.4GHz di Indonesia.
Biasanya seorang teknokrat (bukan birokrat) & negarawan yang baik akan
tanggap terhadap perubahan ini supaya bisa semaksimal mungkin dapat di
eksploitasi manfaatnya bagi kesejahteraan bangsa. Hanya saja, nampaknya,
kebanyakan pemegang pemerintahan hari ini bukan kategori ini.
Penggunaan OpenBTS di Operator Selular di Indonesia tidak masalah secara
teknologi. Yang perlu dilakukan minimal
OpenBTS berbicara menggunakan protokol SIP, yang digunakan di softswitch.
Interkoneksi softswitch openbts ke softswitch selular. skenario ini, jika
openbts menggunakan softswitch lokal.
OpenBTS secara langsung menggunakan softswitch operator selular.
OpenBTS menggunakan Teknologi ENUM untuk penomoran, teknologi ini merupakan
bagian dari teknologi 4G yang mungkin belum di implementasikan dengan baik oleh
operator telekomunikasi di Indonesia sekarang.
Dari sisi regulasi, kemungkinan hanya harus type approval peralatan OpenBTS
sesuai peraturan yang ada.
Jelas disini bahwa untuk keperluan Operator Selular, OpenBTS secara prinsip
hanya masalah interkoneksi antara jaringan konvensional dengan jaringan OpenBTS
yang agak beda sedikit arsitekturnya.
Apakah OpenBTS ilegal untuk komunitas & masyarakat?
Itu barangkali pertanyaan yang paling mendasar yang banyak dicari orang.
Padahal jelas-jelas menurut Universal Declaration of Human Rights
en.wikipedia.org/wiki/Universal_Declaration_of_Human_Rights, tertulis dengan
jelas di
Article 19
Everyone has the right to freedom of opinion and expression;
this right includes freedom to hold opinions without interference
and to seek, receive and impart information and ideas through any media and
regardless of frontiers.
Article 26 (1) Everyone has the right to education.
Jelas bahwa akses pada informasi dan pengetahuan merupakan salah satu hak
asasi manusia yang paling mendasar. Jika ada negara yang tidak memenuhi hak
tersebut pada rakyatnya, maka sebetulnya negara tersebut telah melanggar Hak
Asasi Manusia (HAM).
Mari kita mengacu ke Undang Undang Telekomunikasi tepatnya UU No. 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi. Perhatikan baik-baik semangat yang ada dari UU
Telekomunikasi di pasal 3 yang bunyinya.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan
kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antar bangsa.
Kenyataan hidup di republik ini,
Apakah jaringan telekomunikasi di Indonesia sudah adil dan merata?
Apakah sinyal GSM di Indonesia sudah adil dan merata?
Apakah harga akses jaringan di Indonesia sudah adil dan merata?
Kalau jawabannya TIDAK, maka sebetulnya pemerintah yang memberikan ijin kepada
operator telekomunikasi telah gagal menjalankan fungsinya yang di amanatkan
pada Pasal 3 UU Telekomunikasi. Yang agak mengerikan sebetulnya pemerintah
telah melanggar Hak Asasi Manusia.
Padahal kalau kita baca lebih lanjut Undang Undang Telekomunikasi sebetulnya
ada kunci yang sangat menarik, perhatikan baik-baik pasal 30
Pasal 30
(1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan
akses di daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a,
dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf a dan huruf b setelah mendapat izin Menteri.
(2) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan
akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat
melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau
jasa telekomunikasi.
(3) Syarat-syarat untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jadi jelas jika penyelenggara jaringan maupun jasa belum dapat menyediakan
akses ke daerah tertentu, maka Penyelenggara telekomunikasi khusus DAPAT
menyelenggarakan jaringan telekomunikasi
Perhatikan baik-baik Pasal 30 ayat 2, infrastruktur yang dibuat oleh jaringan
telekomunikasi khusus tidak bisa semena-mena disingkirkan di kemudian hari.
Pertanyaannya, siapakah penyelenggara telekomunikasi khusus ini? apa syaratnya?
ini di jelaskan di Pasal 8 Undang Undang Telekomunikasi.
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan
jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, dapat dilakukan oleh badan
hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. badan usaha swasta; atau
d. koperasi.
(2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, dapat dilakukan oleh:
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah;
c. badan hukum' selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan
atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi se-
bagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
disini jelas sekali di mungkinkan perorangan maupun badan hukum lainnya
membuat jaringan telekomunikasi terutama di daerah yang tidak ada infrastruktur
telekomunikasinya.
Dasar-Dasar Merakit OpenBTS ala Onno Purbo
Penerapan
OpenBTS di Indonesia sedang digalakkan oleh praktisi teknologi informasi Onno W
Purbo. Berikut adalah dasar-dasar perangkat dan piranti lunak yang dibutuhkan
untuk menggunakan teknologi ini seperti dikemukakan oleh Onno saat ditemui di
kediamannya.
Hardware
Tentu saja
hal yang paling dasar adalah seperangkat komputer, bisa desktop ataupun
notebook.
Kemudian,
untuk OpenBTS versi minimal, dibutuhkan hardware untuk memancarkan sinyal radio
bernama Universal Sofware Radio Peripheral (USRP) dan dua jenis antena, yakni
antena transmitter dan receiver.
USRP inilah
yang menggantikan peran pemancar pada Base Transceiver Station (BTS) operator
seluler komersil. USRP versi minimal bisa didapatkan dengan harga 15 sampai 20
juta.
Lewat kabel
USB, sambungkan komputer ke USRP. Setelah itu, dua kabel yang ada di USRP disambungkan
ke dua antena tersebut.
Software
Sebelumnya,
komputer yang digunakan harus bersistem operasi Linux. Sistem operasi lain
seperti Windows atau Mac tidak bisa digunakan untuk menjalankan OpenBTS.
Semua
software yang digunakan untuk OpenBTS ini bisa di-download secara gratis, dan
semuanya merupakan software open source.
Gunakan
software GNU Radio, untuk mengendalikan USRP. Kemudian software OpenBTS, untuk
mengontrol operasi BTS. Dan juga ada software sentral telepon bernama Asterisk.
Software ini biasa digunakan untuk teknologi sentral telepon generasi 4G.
Protokol
yang digunakan oleh sentral telepon Asterisk adalah Session Initiation Protocol
(SIP). Protokol macam ini juga dipakai oleh operator seluler komersil seperti
Indosat, Telkomsel, XL, Axis, dan lain-lain.
Logika
berpikir hardware USRP
Logika
berpikir USRP dalam OpenBTS ini kira-kira seperti sound card pada komputer.
Sebuah sound card harus diprogram agar mengeluarkan sinyal audio.
Nah, begitu
juga dengan USRP yang diprogram agar mengeluarkan sinyal radio. Bukan hanya
sinyal radio, USRP ini bisa diatur untuk mengeluarkan sinyal AM, FM, ataupun
sinyal TV. Semua sinyal itu diprogram melalui software.
Inilah yang
menyebabkan OpenBTS bisa dirakit dengan harga yang murah. Karena pemancarnya
diatur lewat software. Jika pemancarnya berupa hardware pasti membutuhkan biaya
miliaran rupiah.
Jangkauan
OpenBTS versi minimal ini hanya 5 sampai 10 meter saja. Karena, konsumsi
listriknya hanya 100 mili watt. Jika power amplifier-nya diganti menjadi 10
watt, seharga 120 juta rupiah (belum termasuk ongkos kirim), jangkauannya bisa
mencapai 5 kilometer lebih.
Coba
bandingkan dengan BTS milik operator seluler. Untuk versi yang serupa,
dibutuhkan biaya 1,5 miliar rupiah.